GARA-GARA BLACKBERRY [CERPEN TEENLIT]

Oleh: Annisa Husnu Syifa

 
"Sayang gimana sama teman chattingmu? Dia masih marah?" Mama yang sedang duduk menonton televisI dengan spontan tiba-tiba bertanya padaku, aku tidak langsung menjawab pertanyaan Mama, karena jari jemariku masih sibuk bergoyang diatas alfabet yang tersusun secara acak di BlackBerry kesayanganku.
"Enggak tau Mah, tapi sejak aku bohong padanya, dia tidak pernah menyapaku lagi di BBM—BlackBerry Messenger." Aku menarik nafas dalam-dalam, lalu menatap Mama sebentar, setelah itu pendanganku kembali berpindah arah pada layar Blackberry.
Jika Mama bertanya tentang perasaanku saat ini, mungkin aku akan balik bertanya pada diriku sendiri, "Apa gue salah berbohong demi kebaikan? Gue enggak mau dibilang sombong hanya gara-gara Blackberry??.” Tapi dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku tahu kalo berbohong itu perbuatan dosa.
“Mama ngerti kok bagaimana perasaanmu Joana, tapi sebaiknya kamu juga menyapanya sekarang dan meminta maaf padanya.. Kalau salah satu dari kalian enggak ada yang mengalah, berarti kamu juga sama egoisnya dengan teman chattingmu itu..” Mama yang begitu lembut tutur katanya, dengan bijak memberiku nasihat yang membuatku  sedikit merasa tenang. Mama tersenyum padaku, akupun membalas senyuman Mama yang menenangkan itu.
Waktu itu, aku menyuruh Fadly untuk menginvite kembali pin BlackBerry baruku. Dan tiba-tiba ia bertanya, “BlackBerry baru ya Jo??”, sontak aku terkaget melihat pertanyaan yang ia lontarkan via BBM. Aku mulai berpikir keras sebelum menjawab pertanyannya, aku takut mengatakan jawaban yang akan membuat dia menjudge kalau aku ini sosok perempuan sombong hanya gara-gara punya BlackBerry yang lebih bagus darinya. Setelah berpikir panjang, akhirnya aku memutuskan untuk berbohong padanya, aku bilang bahwa ini BlackBerry tipe sebelumnya, BlackBerry yang setipe dengannya. Aku bilang padanya, kalau aku bertukar BlackBerry dengan sepupuku, padahal semua yang kukatakan adalah BOHONG. BESAR Aku telah membohongi Fadly, dan terus-terusan berbohong padanya demi menutupi kebohongan yang aku buat dari awal. Aku merasa bersalah padanya, dan mungkin ini sangat membuatnya kecewa.
Sejak kebohongan yang aku lakukan pada Fadly, aku jadi tidak berani untuk menyapanya terlebih dahulu di BBM, aku merasa berdosa pada Fadly, aku merasa tidak enak padanya, semua ini karena kebohongan isengku. Tapi dalam hatiku yang paling dalam, enggak ada sedikitpun niat untuk berbohong padanya. Kalau tahu dia akan semarah ini, lebih baik aku jujur saja saat itu. Ini adalah penyesalanku terbesarku.
***
Aku mulai membuka jendela kamarku, udara di pagi buta sangat menyegarkan sekali, semburat fajar dan suara merdu ayam-ayam berkokok dipagi hari membuat pemandangan jendelaku terlihat sangat indah, dan tidak henti-hentinya sepasang bola mataku memandang hasil penciptaan Sang Maha Tinggi. Begitu mengagumkan.
Pandanganku beralih pada kasur yang agak berantakkan, belum mulai membereskan, tiba-tiba pandanganku melirik kearah BlackBerry yang tergeletak dibawah bantalku, dengan bersemangat kedua tanganku langsung menyambarnya. Akupun langsung membuka aplikasi BBM.
Search.. Fadly Ilham..” bibirku mengantup lalu menggumam sendiri.
“Tenyata masih ada, untung dia belum delete contact gue..” ujarku senang.
“PING!!!”
“PING!!!”
“PING!!!”
“Hello.. Ada orang disana? Apakah sudah bangun??” iseng aku mengirim kata-kata itu sebagai opening padanya.
“Kamu masih marah dly??”
Aku menarik nafas dalam-dalam dan jari-jemariku masih bereaksi terhadap qwerty yang berderet secara acak diatas BlackBerry yang kupegang.
“Maaf banget, seriusan aku enggak ada maksud buat bohongin kamu..” Tapi sayang, Fadly hanya membaca pesan BBMku dan tidak menghiraukannya apalagi membalasnya, mungkin dia masih marah padaku, pikirku. Ini ke-11 kalinya dia bersikap seperti ini padaku. Ada sedikit perasaan kesal yang hinggap dibenak ini, tapi aku harus bagaimana lagi?? Bagaimanapun aku sudah menganggapnya teman baikku.
***
Sebagai seorang teman yang sudah lama mengenal Fadly, walaupun hanya di dunia maya, aku sedikit tahu mengenai kehidupannya, dulu ia sempat menceritakannya padaku, tentang Ayah dan Ibunya yang meninggal karena sebuah kecelakaan maut, padahal waktu itu ia masih SMA.
“Jo, bayangin waktu SMA gue badung banget di sekolah..”
“Gue sampai enggak lulus SMA, gara-gara gue bolos udah beberapa bulan..”
“Tapi karena perjuangan orang tua gue waktu itu, akhirnya gue diluluskan dari sekolah gue..”
“Yang paling gue inget banget Jo, waktu SMA, waktu gue belum punya seragam, Nyokap gue sengaja nganterin gue beli seragam..”
“Itu masih ada banget diingatan gue, sampe sekarang gue enggak akan pernah lupain Bokap Nyokap gue..”
“Sekarang mereka udah enggak ada, gue yatim piatu sekarang..”
“Gue sebenarnya malu cerita gini ke elo, baru kali ini gue cerita ke orang..”
“Eh santei aja kali dly, kapanpun lo mau cerita, apapun, lo boleh cerita ke gue!!” tukasku tak kuasa menahan kesedihan.
“Makanya Jo, selagi orang tua lo masih ada, mulai sekarang lo harus tambah sayang sama kedua orang tua lo..”
“Jangan bikin mereka sedih..”
“Jangan sampai apa yang udah gue alamin, dialamin sama lo..”
“Gue enggak mau..”
Aku terenyuh dan tersadar membaca kalimat-kalimat terakhir yang ia tulis. Semua yang ia katakana padaku adalah sebuah nasihat yang sangat berarti, membuatku semakin bersyukur karena hidupku lebih beruntung daripada orang lain.
Waktu itu, semua yang ia ceritakan padaku, sangatlah jelas terasa aura-aura kesedihan hinggap di dirinya. Aku prihatin membaca kisah nyata tentangnya. Air mata yang awalnya mengendap dikedua kelopak mataku, kini tak kuasa menahannya, semua air mata kini tumpah ruah dipipiku. Kalimat demi kalimat yang ia lontarkan padaku lewat BBM, semuanya membuatku tersadar agar lebih menghargain kasih sayang orang tua, selagi aku masih bisa merasakan kasih sayang mereka, jangan sampai ada kata penyesalan. Aku salut padanya, ketika Ayah dan Ibunya telah tiada, ia masih tetap bertahan, berusaha tegar menjalani hidup bersama Kakak-kakaknya.
***
            Dua hari kemudian, masih sama seperti hari-hari sebelumnya, sepasang bola mataku kini menatap tajam layar BlackBerry, benda mati yang telah kujadikan alasan atas kebohonganku. Fadly masih tetap tidak menjawab BBMku, bahkan sama sekali tidak pernah menyapaku lagi. Aku masih tetap dengan pikiran bahwa ia masih belum bisa memaafkanku. Semua kebohongan yang aku anggap sepele waktu itu membuatku menjadi seorang gadis pembohong, apalagi membohongi temanku sendiri. Jahat sekali diriku!. Aku hanya bisa menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah kuperbuat.
            Aku merindukan saat-saat bersenda gurau dengan Fadly, berbincang tentang segala hal, dari mulai musik sampai gadget, dari yang lucu sampai enggak lucu sekalipun, pokoknya apapun selalu kita bahas. Aku pengin semuanya kembali normal.
***
            Sore Bandung terlihat sangat indah. Sepasang kaki berbalut sandal jepit mulai melangkah menuju kearah balkon dibelakang rumah. Matahari yang mulai tenggelam disertai angin sepoi-sepoi kini menemaniku yang sedang duduk diatas atap balkon, aku menatap awan sore sambil meneguk teh hangat dan mendengarkan musik di BlackBerryku. Udaranya sangat sejuk, tetapi tidak sesejuk hatiku. Aku masih galau, yang pastinya bukan galau gara-gara pacar, tetapi galau karena Fadly, sepertinya ia sudah tidak mau berteman lagi denganku. Aku pasrah. Hanya bisa terdiam memikirkan hukuman atas apa yang telah kuperbuat, yaitu kehilangan seseorang yang telah membuatku lebih mensyukuri hidup, ia adalah Fadly teman chattingku.
            “Tring…”
            “Tring..” tiba-tiba BlackBerryku berbunyi yang menandakan pesan BBM. Aku tidak menghiraukannya dan tidak langsung membuka pesannya.
            “Paling cuma Broadcast enggak penting..!!” tukasku dalam hati yang masih asyik mendengarkan lagu tanpa menghiraukan ВВM yang masuk.
            “PING!!!” aku terlonjak kaget dari dudukku merasakan getarannya, hampir saja BlackBerry kesayanganku terjatuh.
            “Siall..!!” Aku kesal.
            Pandanganku langsung menatap layar BlackBerry dan membuka pesan yang masuk di BBM. Aku kaget sekaligus senang melihatnya, ternyata BBM tadi bukan Broadcast, tapi itu chat dari Fadly.
            “Joana.. Apa kabar???” tanya Fadly padaku di BBM.
            “Lo masih marah sama gue dly??”
            “Please, maafin gue, gue enggak ada niatan buat ngebohongin lo..”
            “Gue kepaksa, gue takut lo nyangkain gue sombong..” kataku tergesa-gesa menjelaskan pada Fadly via BBM.
            “Lo ngomong apaan sih Jo, gue enggak ngerti..” tanya Fadly penasaran.
            “Waktu itu gue bohong tentang BlackBerry baru gue, gue bilang ini tukeran sama sepupu, padahal itu semua enggak bener, gue udah bohongin lo..”
            “Maafin ya..” berharap Fadly memaafkanku saat ini juga.
            “Oh itu Jo, gue sama sekali enggak marah sama lo..”
            “Itu kan BlackBerry lo, ngapain gue marah..”
            “Lagian gue gak punya hak juga marahin lo gara-gara lo beli Blackberry baru, emangnya gue yang beliin BlackBerry itu makanya marah sama lo?? Hahahaha..” Fadly menertawakanku.
            “Hah?? Seriusan lo enggak marah??” kataku meyakinkan.
            “Terus kenapa kemarin BBM gue enggak lo bales-bales?” tanyaku lagi.
            “Eh BlackBerry gue udah 3 minggu rusak jadi di service dulu, mungkin BlackBerry gue online sama orang yang benerin BlackBerry gue, buat ngetest BlackBerry gue udah bener apa belum.” penjelasan Fadly membuat kedua pipiku langsung bersemu merah.
            “Padahal gue nyangkain lo marah sama gue gara-gara itu..” aku tersenyum simpul. Semua anggapanku tentangnya sudah salah besar. Fadly masih menganggapku teman, dan semuanya masih berjalan normal-normal saja. Semua kegalauanku langsung hilang setelah mengetahui semua kebenarannya. Ya Tuhan ternyata selama ini aku telah berpikiran jelek terhadap temanku sendiri dan ini semua gara-gara BLACKBERRY. Konyol.. Fiuuuhh..
-TAMAT-

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar